Bismillah...
Salah satu Ulama Besar Indonesia yang masyhur di kalangan ahli ilmu adalah Syaikh An-Nawawi Al-Bantani Rahimahullahu. Dengan status keilmuan yang tinggi terbukti beliau menjadi Imam Masjid Alharam di Mekkah Al-Mukaromah. Selain itu juga banyak karya-karya beliau yang sampai saat ini ada dan dipakai oleh maysrakat muslim khususnya di pesantren-pesantren yang ada di Indonesia. Maka in Syaa Allah di sini kami paparkan sekilah tentng biografi beliau. Agar kita lebih mengenal ulama kita. Sehingga bisa menjadi motivasi untuk selalu mencari ilmu dengan niatan ikhlas karena Allah swt.
Salah satu Ulama Besar Indonesia yang masyhur di kalangan ahli ilmu adalah Syaikh An-Nawawi Al-Bantani Rahimahullahu. Dengan status keilmuan yang tinggi terbukti beliau menjadi Imam Masjid Alharam di Mekkah Al-Mukaromah. Selain itu juga banyak karya-karya beliau yang sampai saat ini ada dan dipakai oleh maysrakat muslim khususnya di pesantren-pesantren yang ada di Indonesia. Maka in Syaa Allah di sini kami paparkan sekilah tentng biografi beliau. Agar kita lebih mengenal ulama kita. Sehingga bisa menjadi motivasi untuk selalu mencari ilmu dengan niatan ikhlas karena Allah swt.
Nama, Kelahiran, dan Nasab Syaikh Nawawi Al-Bantani Rahimahullahu
Nama lengkap beliau adalah Abu Abdul Mu’ti Muhammad bin Umar bin Arbi bin Ali Al-Tanara Al-Jawi Al-Bantani. Ia lebih dikenal dengan sebutan Muhammad Nawawi Al-Jawi Al-Bantani.
Beliau
lahir di kampung Tanara, (sekarang masuk dalam kecamatan Tirtayasa, Kabupaten
Serang) Banten pada tahun 1813 M atau 1230 H.
Ayah
beliau bernama Kyai Umar, seorang pejabat penghulu yang memimpin masjid. Dari
silsilahnya, Nawawi merupakan keturunan kesultanan yang ke 12 dari Maulana
Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati, Cirebon), yaitu keturunan dari Putra
Maulana Hasanuddin (Sultan Banten I) yang bernama Sunyara-ras (Tajul ‘Arsy).
Nasabnya bersambung dengan Muhammad melalui Imam Ja’far Assidiq, Imam Muhammad
Al-Baqir, Imam Ali Zain Al-Abidin, Sayyidina Husain, Fatimah Al-Zahra.
Perkembangan dan Pendidikan
Pada
usia lima tahun Syekh Nawawi belajar langsung dibawah asuhan ayahandanya. Di
usia yang masih kanak-kanak ini, beliau pernah bermimpi bermain dengan
anak-anak sebayanya di sungai, karena merasakan haus ia meminum air sungai
tersebut sampai habis. Namun, rasa dahaganya tak kunjung surut. Maka Nawawi
bersama teman-temannya beramai-ramai pergi ke laut dan air laut pun diminumnya
seorang diri hingga mengering.
Syahdan,
ketika usianya memasuki delapan tahun, anak pertama dari tujuh bersaudara itu
memulai penggembaraannya mencari ilmu. Tempat pertama yang dituju adalah Jawa
Timur. Namun sebelum berangkat, Nawawi kecil harus menyanggupi syarat yang
diajukan oleh ibunya,
“Aku
do’akan dan kurestui kepergianmu mengaji dengan syarat jangan pulang sebelum
kelapa yang sengaja kutanam ini berbuah.” Demikian restu dan syarat sang ibu.
Dan
Nawawi kecilpun menyanggupinya. Maka berangkatlah Nawawi kecil menjalankan
kewajibannya sebagai seorang muslim yaitu menuntut ilmu. Setelah tiga tahun di
Jawa Timur, beliau pindah ke salah satu pondok di daerah Cikampek (Jawa Barat)
khusus belajar lughat (bahasa) beserta dengan dua orang sahabatnya dari Jawa
Timur.
Namun,
sebelum diterima di pondok baru tersebut, mereka harus mengikuti tes terlebih
dahulu. Ternyata mereka bertiga dinyatakan lulus. Tetapi menurut kyai barunya
ini, pemuda yang bernama Nawawi tidak perlu mengulangi mondok.
“Nawawi
kamu harus segera pulang karena ibumu sudah menunggu dan pohon kelapa yang
beliau tanam sudah berbuah.” Terang sang kyai tanpa memberitahu dari mana
beliau tahu masalah itu.
Tidak
lama setelah kepulangannya, Nawawi muda dipercaya yang mengasuh pondok yang
telah dirintis ayahnya. Di usianya yang masih relatif muda, beliau sudah tampak
kealimannya sehingga namanya mulai terkenal di mana-mana. Mengingat semakin
banyaknya santri baru yang berdatangan dan asrama yang tersedia tidak lagi
mampu menampung, maka kyai Nawawi berinisiatif pindah ke daerah Tanah Pesisir.
Pada
usia 15 tahun, ia mendapat kesempatan untuk pergi ke Makkah menunaikan ibadah
haji. Disana ia memanfaatkan waktunya untuk mempelajari beberapa cabang ilmu,
diantaranya adalah: ilmu kalam, bahasa dan sastra Arab, ilmu hadits, tafsir dan
ilmu fiqh. Setelah tiga tahun belajar di Makkah ia kembali ke daerahnya tahun
1833 M dengan khazanah ilmu keagamaan yang relatif cukup lengkap untuk membantu
ayahnya mengajar para santri.
Namun
hanya beberapa tahun kemudian ia memutuskan berangkat lagi ke Makkah sesuai
dengan impiannya untuk mukim dan menetap di sana. Di Makkah ia melanjutkan
belajar ke guru-gurunya yang terkenal. Pertama kali ia mengikuti bimbingan dari
Syekh Khatib Sambas (Penyatu
Thariqat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah di Indonesia) dan Syekh Abdul Gani Bima, ulama asal Indonesia yang bermukim di sana.
Setelah itu belajar pada Sayyid Ahmad
Dimyati, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan
yang keduanya di Makkah.
Sedang
di Madinah, ia belajar pada Syekh
Muhammad Khatib Al-Hambali. Kemudian pada tahun 1860 M. Nawawi mulai
mengajar di lingkungan Masjid Al-Haram. Prestasi mengajarnya cukup memuaskan,
karena dengan kedalaman pengetahuan agamanya, ia tercatat sebagai syekh di sana.
Pada tahun 1870 M, kesibukannya bertambah, karena ia harus banyak menulis
kitab. Inisiatif menulis banyak datang dari desakan sebagian koleganya dan para
sahabatnya dari Jawa. Kitab-kitab yang ditulisnya sebagian besar adalah
kitab-kitab komentar (syarh) dari karya-karya ulama sebelumnya yang populer dan
dianggap sulit dipahami. Alasan menulis syarh selain karena permintaan orang
lain, Nawawi juga berkeinginan untuk melestarikan karya pendahulunya yang
sering mengalami perubahan (ta’rif) dan pengurangan.
Dalam
menyusun karyanya Syekh Nawawi selalu berkonsultasi dengan ulama-ulama besar
lainnya, sebelum naik cetak naskahnya terlebih dahulu dibaca oleh mereka.
Karya-karya beliau cepat tersiar ke berbagai penjuru dunia karena karya-karya
beliau mudah difahami dan padat isinya.
Nama
Nawawi bahkan termasuk dalam kategori salah satu ulama besar di abad ke 14 H/19
M. Karena kemasyhurannya beliau mendapat gelar: Sayyid Ulama Al-Hijaz, Al-Imam
Al-Muhaqqiq wa Al-Fahhamah Al-Mudaqqiq, A’yan Ulama Al-Qarn Al-Ram Asyar li
Al-Hijrah, Imam Ulama’ Al-Haramain.
Syekh
Nawawi cukup sukses dalam mengajar murid-muridnya, sehingga anak didiknya
banyak yang menjadi ulama kenamaan dan tokoh-tokoh nasional Islam Indonesia,
diantaranya adalah: Syekh Kholil Bangkalan, Madura, KH. Hasyim Asy’ari dari
Tebu Ireng Jombang (Pendiri Organisasi NU), KH. Asy’ari dari Bawean, KH.
Tubagus Muhammad Asnawi dari Caringin Labuan, Pandeglang Banten, KH. Tubagus
Bakri dari Sempur-Purwakarta, KH. Abdul Karim dari Banten.
Syekh Nawawi Banten Sebagai Mahaguru Sejati
Nama
Syekh Nawawi Banten sudah tidak asing lagi bagi umat Islam Indonesia. Bahkan
kebanyakan orang menjulukinya sebagai Imam Nawawi kedua. Imam Nawawi pertama
adalah yang membuat Syarah Shahih Muslim, Majmu’ Syarhul Muhadzab, Riyadhus
Sholihin dan lain-lain. Melalui karya-karyanya yang tersebar di
Pesantren-pesantren tradisional yang sampai sekarang masih banyak dikaji, nama
kyai asal Banten ini seakan masih hidup dan terus menyertai umat memberikan
wejangan ajaran Islam yang menyejukkan. Di setiap majelis ta’lim karyanya
selalu dijadikan rujukan utama dalam berbagai ilmu, dari ilmu tauhid, fiqh,
tasawuf sampai tafsir. Karya-karyanya sangat terkenal.
Karya dan Kitab karangan Syekh Nawawi Al-Bantani
Beliau menulis sebanyak 38 Kitab. Karya-karya
Syekh Nawawi al-Bantani secara lebih lengkap antara lain adalah sebagai
berikut:
- al-Tsamâr al-Yâni’ah syarah al-Riyâdl al-Badî’ah
- al-‘Aqd al-Tsamîn syarah Fath al-Mubîn
- Sullam al-Munâjah syarah Safînah al-Shalâh
- Baĥjah al-Wasâil syarah al-Risâlah al-Jâmi’ah bayn al-Usûl wa al-Fiqh wa al-Tasawwuf
- al-Tausyîh/ Quwt al-Habîb al-Gharîb syarah Fath al-Qarîb al-Mujîb
- Niĥâyah al-Zayyin syarah Qurrah al-‘Ain bi Muĥimmâh al-Dîn
- Marâqi al-‘Ubûdiyyah syarah Matan Bidâyah al-Ĥidâyah
- Nashâih al-‘Ibâd syarah al-Manbaĥâtu ‘ala al-Isti’dâd li yaum al-Mi’âd
- Salâlim al-Fadhlâ΄ syarah Mandhûmah Ĥidâyah al-Azkiyâ΄
- Qâmi’u al-Thugyân syarah Mandhûmah Syu’bu al-Imân
- al-Tafsir al-Munîr li al-Mu’âlim al-Tanzîl al-Mufassir ‘an wujûĥ mahâsin al-Ta΄wil musammâ Murâh Labîd li Kasyafi Ma’nâ Qur΄an Majîd
- Kasyf al-Marûthiyyah syarah Matan al-Jurumiyyah
- Fath al-Ghâfir al-Khathiyyah syarah Nadham al-Jurumiyyah musammâ al-Kawâkib al-Jaliyyah
- Nur al-Dhalâm ‘ala Mandhûmah al-Musammâh bi ‘Aqîdah al-‘Awwâm
- Tanqîh al-Qaul al-Hatsîts syarah Lubâb al-Hadîts
- Madârij al-Shu’ûd syarah Maulid al-Barzanji
- Targhîb al-Mustâqîn syarah Mandhûmah Maulid al-Barzanjî
- Fath al-Shamad al ‘Âlam syarah Maulid Syarif al-‘Anâm
- Fath al-Majîd syarah al-Durr al-Farîd
- Tîjân al-Darâry syarah Matan al-Baijûry
- Fath al-Mujîb syarah Mukhtashar al-Khathîb
- Murâqah Shu’ûd al-Tashdîq syarah Sulam al-Taufîq
- Kâsyifah al-Sajâ syarah Safînah al-Najâ
- al-Futûhâh al-Madaniyyah syarah al-Syu’b al-Îmâniyyah
- ‘Uqûd al-Lujain fi Bayân Huqûq al-Zaujain
- Qathr al-Ghais syarah Masâil Abî al-Laits
- Naqâwah al-‘Aqîdah Mandhûmah fi Tauhîd
- al-Naĥjah al-Jayyidah syarah Naqâwah al-‘Aqîdah
- Sulûk al-Jâdah syarah Lam’ah al-Mafâdah fi bayân al-Jumu’ah wa almu’âdah
- Hilyah al-Shibyân syarah Fath al-Rahman
- al-Fushûsh al-Yâqutiyyah ‘ala al-Raudlah al-Baĥîyyah fi Abwâb al-Tashrîfiyyah
- al-Riyâdl al-Fauliyyah
- Mishbâh al-Dhalâm’ala Minĥaj al-Atamma fi Tabwîb al-Hukm
- Dzariyy’ah al-Yaqîn ‘ala Umm al-Barâĥîn fi al-Tauhîd
- al-Ibrîz al-Dâniy fi Maulid Sayyidina Muhammad al-Sayyid al-Adnâny
- Baghyah al-‘Awwâm fi Syarah Maulid Sayyid al-Anâm
- al-Durrur al-Baĥiyyah fi syarah al-Khashâish al-Nabawiyyah
- Lubâb al-bayyân fi ‘Ilmi Bayyân.
Wafatnya Syaikh Nawawi Al-Bantani
Pada
tanggal 25 Syawal 1314 H. atau 1897 M, Syeikh Nawawi menghembuskan nafas
terakhir di usia 84 tahun.
Beliau
kemudian dimakamkan di Ma’la di Kota Mekkah, dekat makam Siti Khadijah, Ummul
Mukminin istri Rasulullah SAW.
lahul fatihah...
BalasHapus