سِوَاهُمَا الْحَرْفُ كَهَلْ وَفِيْ
وَلَمْ # فِعْلٌ مُضَارِعٌ يَلِيْ لَمْ كَيَشَمْ
وَمَاضِيَ الْأَفْعَالِ بِالتَّا مِزْ
وَسِمْ # بِالنُّوْنِ فِعْلَ الْأَمْرِ إِنْ أَمْرٌ فُهِمْ
يُشِيْرُ إِلَى أَنَّ الْحَرْفَ
يَمْتَازُ عَنِ الِاْسمِ وَالْفِعْلِ بِخُلُوِّهِ عَنْ عَلَامَاتِ الْأَسْمَاءِ
وَعَلَامَاتِ الْأَفْعَالِ ثُمَّ مَثَّلَ بِهَلْ وَفِيْ
وَلَمْ مُنَبِّهًا عَلَى أَنَّ الْحَرْفَ يَنْقَسِمُ إِلَى قِسْمَيْنِ مُخْتَصٍّ وَغَيْرِ
مُخْتَصٍّ فَأَشَارَ بِهَلْ إِلَى غَيْرِ الْمُخْتَصِّ
وَهُوَ الَّذِيْ يَدْخُلُ عَلَى الْأَسْمَاءِ وَالْأَفْعَالِ نَحْوُ هَلْ زَيْدٌ قَائِمٌ وَهَلْ
قَامَ زَيْدٌ وَأَشَارَ بِفِيْ وَلَمْ إِلَى الْمُخْتَصِّ
وَهُوَ قِسْمَانِ مُخْتَصٌّ بِالْأَسْمَاءِ كَفِيْ نَحْوُ زَيْدٌ فِي الدَّارِ وَمُخْتَصٌّ
بِالْأَفْعَالِ كَلَمْ نَحْوُ لَمْ يَقُمْ زَيْدٌ ثُمَّ
شَرَعَ فِيْ تَبْيِيْنِ أَنَّ الْفِعْلَ يَنْقَسِمُ
إِلَى مَاضٍ وَمُضَارِعٍ وَأَمْرٍ فَجَعَلَ عَلَامَةَ الْمُضَارِعِ صِحَّةَ دُخُوْلِ لَمْ
عَلَيْهِ كَقَوْلِكَ فِيْ يَشَمُّ لَمْ يَشَمَّ وَفِيْ يَضْرِبُ
لَمْ يَضْرِبْ وَإِلَيْهِ أَشَارَ بِقَوْلِهِ فِعْلٌ مُضَارِعٌ يَلِيْ لَمْ كَيَشَمْ
--------------------------
“Selain
dari keduanya (isim dan fi’il) adalah huruf, seperti هَلْ,
فِيْ, dan لَمْ . Fi’il mudhori’
terletak setelah لَمْ , seperti لَمْ يَشَمْ (tidak mencium aroma)
Bedakanlah
fi'il madhi dengan adanya ta' dan tandailah fi'il amer dengan adanya nun
apabila hal tersebut mengandung makna perintah."
Mushonnif
mengisyaratkan bahwa huruf dibedakan dari isim dan fi’il dengan tidak adanya
tanda-tanda isim dan tanda-tanda fi’il, kemudian memberikan contoh dengan هَلْ , فِيْ , dan لَمْ
, agar diketahui bahwa huruf itu terbagi menjadi dua, yaitu yang mukhtash (
khusus) dan ghoiru mukhtash (tidak khusus).
Dan
mengisyaratkan dengan هَلْ untuk yang tidak
khusus artinya bisa masuk pada isim dan fi’il, contoh: هَلْ زَيْدٌ قَائِمٌ (Apakah Zaid itu orang yang berdiri), dan هَلْ قَامَ زَيْدٌ (Apakah Zaid telah berdiri)
Dan
mengisyaratkan dengan فِيْ dan لَمْ untuk yang khusus. Dan yang khusus itu ada dua: yang khusus
masuk pada isim seperti فِيْ, contoh: زَيْدٌ فِي الدَّارِ (Zaid di dalam
rumah), dan yang khusus masuk pada fi’il seperti لَمْ,
contoh:لَمْ يَقُمْ زَيْدٌ (Zaid tidak berdiri),
kemudian mushonnif mulai menjelaskan bahwa fi’il itu terbagi menjadi fi’il
madhi, mudhori’, dan amer, dan menjadikan tanda bagi fi’il mudhori’ adalah bisa
masuknya لَمْ padanya, seperti
perkataanmu dalam contoh يَشَمُّ (mencium aroma)
menjadi لَمْ يَشَمَّ (tidak mencium
aroma), dan dalam contoh يَضْرِبُ (memukul) menjadi
لَمْ يَضْرِبْ
(tidak
memukul), terhadap hal ini musshonnif mengisyaratkan dengan perkataannya:
فِعْلٌ مُضَارِعٌ
يَلِيْ لَمْ كَيَشَمْ
(fi’il
mudhori terletak setelah لَمْ , seperti لَمْ يَشَمْ
(tidak mencium aroma)
ثُمَّ أَشَارَ إِلَى مَا يُمَيِّزُ الْفِعْلَ الْمَاضِيَ بِقَوْلِهِ وَمَاضِيَ الْأَفْعَالِ بِالتَّا مِزْ أَيْ مَيِّزْ مَاضِيَ الْأَفْعَالِ بِالتَّاءِ وَالْمُرَادُ بِهَا تَاءُ
الْفَاعِلِ وَتَاءُ التَّأْنِيْثِ السَّاكِنَةُ
وَكُلٌّ مِنْهُمَا لَا يَدْخُلُ إِلَّا
عَلَى مَاضِي اللَّفْظِ نَحْوُ تَبَارَكْتَ يَا
ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ وَنِعْمَتِ الْمَرْأَةُ
هِنْدٌ وَبِئْسَتِ الْمَرْأَةُ دَعْدٌ.
ثُمَّ ذَكَرَ فِيْ بَقِيَّةِ الْبَيْتِ أَنَّ عَلَامَةَ فِعْلِ الْأَمْرِ قَبُوْلُ نُوْنِ التَّوْكِيْدِ
وَالدِّلَالَةُ عَلَى الْأَمْرِ بِصِيْغَتِهِ نَحْوُ اضْرِبَنَّ وَاخْرُجَنَّ فَإِنْ دَلَّتِ
الْكَلِمَةُ عَلَى الْأَمْرِ
وَلَمْ تَقْبَلْ نُوْنَ التَّوْكِيْدِ فَهِيَ اسْمُ فِعْلٍ
وَإِلَى ذَلِكَ أَشَارَ بِقَوْلِهِ:
----------------------
Kemudian
Mushonnif mengisyaratkan kepada sesuatu yang bisa membedakan fiil madhi dari
yang lainnya dengan perkataan beliau:
Dan
bedakanlah fiil madhi itu dengan adanya ta’, dan yang dimaksud dengan ta’ di
sini adalah ta’ fa’il dan ta’nits sakinah karena keduanya itu hanya masuk pada
lafadz fi’il madhi, contoh:
تَبَارَكْتَ يَا
ذَالْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
(Maha
Suci Engkau wahai dzat yang memiliki kebesaran dan kemuliaan), dan
نِعْمَتِ الْمَرْأَةُ
هِنْدٌ
(Sebaik-baik
orang perempuan adalah Hindun), dan
بِئْسَتِ الْمَرْأَةُ
دَعْدٌ
(sejelek-jelek
orang perempuan adalah Da’dun).
Kemudian
di bagian akhir sisa dari bait Mushonnif menyebutkan tanda yang dimiliki oleh
fi’il amer, yaitu bisa menerima nun taukid sekaligus menunjukkan makna perintah
berkaitan dengan bentuk lafadz tersebut, contoh:
اِضْرِبَنَّ
(pukullah
oleh engkau dengan
sungguh-sungguh),
dan
اُخْرُجَنَّ
(keluarlah
engkau dengan sungguh-sungguh), sehingga apabila ada satu kata yang menunjukkan
makna perintah tapi tidak bisa menerima nun taukid, maka itu bukan fi’il amer
tapi isim fi’il, dan kepada hal ini Mushonnif mengisyaratkan dengan
perkataannya:
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan masukan komentar yang bermanfaat