Bismillah perkenankan kami hadirkan biografi salah satu Ulama Madzhab Syafii yang dikenal oleh lapisan mayarakat muslimin. Ulama solih yaitu Syaikh Salim Sumair Al-Hadromi Rohmatullahi alaihi. Salah satu karya kitab yang terkenalnya dalam bidang fiqh yang padat nan berisi yaitu kitab Safinatu An-Najah. Kitab ini banyak dipelajari di pesantren-pesantren yang tersebar di Indonesia. Sebelum mepelajari kitab fiqih yang muatannya tingkat atas biasanya dipelajari dulu kitab Safinatu An-Najah.
Nama dan Kelahiran Syaikh Salim Al-Hadromi
Al-Allamah Asy-Syaikh Salim bin
Abdulloh bin Sa’ad bin Abdulloh bin Sumair Al-Hadhromi Asy-Syafi’I,
dikenal sebagai seorang ulama’ ahli fiqih (al-faqih),
pengajar (al-mu’allim), hakim agama
(al-qodhi), ahli politik (as-siyasi) dan juga ahli dalam urusan
kemiliteran (al-khobir bisy-syu’unil ‘askariyah).
Beliau dilahirkan didesa “Dzi Ashbuh”
salah satu desa dikawasan Hadhromaut, Yaman.
Perkembangan dan pendidikan
Syaikh Salim memulai pendidikannya dalam bidang agama dengan belajar Al-Qur'an di bawah pengngawasan ayahandanya yang juga merupakan ulama besar, yaitu Syekh Al-Allamah Abdullah bin Sa'ad bin Sumair, hingga beliau mampu membaca Al-Qur’an dengan benar. Lalu beliau ikut mengajarkan Al-qur’an sehingga beliau mendapat gelar “Al-Mu’allim”. Al Mu’allim adalah sebutan yang biasa diberikan oleh orang – orang Hadhromaut kepada seorang pengajar Al-Qur’an. Mungkin saja sebutan tersebut diilhami dari Hadits Nabi saw. yang diriwayatkan oleh sahabat Utsman Bin Affan R.A. Khalifah ke-3 dari Khulafa’u Ar-Rasyidin;
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ القُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
“Sebaik
baik orang diantara kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan
mengajarkannya” (Shohih Bukhori, no.5027)
Beliau
juga belajar ilmu – ilmu agama lainnya pada ayahnya dan pada ulama’ – ulama’
hadhromaut yang jumlahnya sangat banyak pada masa itu, yaitu pada abad ke – 13
Hijriyah.
Berdakwah dan Mengajar
Setelah belajar kepada beberapa ulama’ dan telah menguasai berbagai ilmu agama beliau mengabdikan dirinya untuk mengajarkan ilmunya, mulailah berdatangan para pernuntut ilmu untuk menimba ilmu pada beliau, diantara murid beliau yang masyhur adalah Al-Habib Abdulloh bin Thoha Al-hadar Al-Haddad dan Syekh Al-Faqih Ali bin Umar Baghuzah. Semenjak itu nama beliau menjadi masyhur dan dipuji dimana-mana, setingkat dengan guru beliau, Asy-Syaikh Al-Allamah Abdulloh bin Ahmad Basudan.
Keahlian dibidang politik dan kemiliteran
Selain penguasaan yang mendalam akan ilmu–ilmu agama, Syekh Salim juga dikenal sebagai seorang ulama’ yang ahli dalam urusan politik dan tim ahli dalam masalah perlengkapan peperangan. Dikisahkan, pada suatu ketika Syekh Salim diminta agar membeli peralatan perang tercanggih pada saat itu, Maka beliau berangkat ke Singapura dan mengirimnya ke Hadhromaut. Beliau juga merupakan salah seorang yang berjasa dalam mendamaikan Yafi’ dan Kerajaan Katsiriyah.
Kemudian
beliau diangkat mennjadi penasehat khusus Sultan
Abdullah bin Muhsin. Sultan tersebut pada awalnya sangat patuh dan tunduk
dengan segala saran, arahan dan nasehat beliau. Namun lama kelamaan sang
sultan tidak lagi mau menuruti saran dan
nasehat beliau dan bahkan meremehkan saran–saran beliau. Akhirnya beliau
memutuskan untuk hijrah menuju India,
lalu beliau hijrah ke negara pulau jawa.
Kehidupan di Batavia
Setelah menetap di Batavia (Kini menjadi Jakarta) sebagai seorang ulama terpandang yang segala tindakannya menjadi perhatian para pengikutnya, maka perpindahan Syekh Salim ke pulau Jawa tersebar secara luas dengan cepat, mereka datang berduyun-duyun kepada Syekh Salim untuk menimba ilmu atau meminta do'a darinya. Melihat hal itu maka Syekh Salim mendirikan berbagai majlis ilmu dan majlis dakwah, hampir dalam setiap hari beliau menghadiri majlis-majlis tersebut, sehingga akhirnya semakin menguatkan posisi beliau di Batavia, pada masa itu. Syekh Salim bin Sumair dikenal sangat tegas di dalam mempertahankan kebenaran, apa pun resiko yang harus dihadapinya. Beliau juga tidak menyukai jika para ulama mendekat, bergaul, apalagi menjadi budak para pejabat. Seringkali beliau memberi nasihat dan kritikan tajam kepada para ulama dan para kiai yang gemar mondar-mandir kepada para pejabat pemerintah Belanda.
Martin
van Bruinessen dalam tulisannya tentang kitab kuning (tidak semua tulisannya
kita sepakati) juga sempat memberikan komentar yang menarik terhadap tokoh kita
ini. Dalam beberapa alenia dia menceritakan perrbedaan pandangan dan pendirian
yang terjadi antara dua orang ulama besar, yaitu Sayyid Usman bin Yahya dan Syekh
Salim bin Sumair yang telah menjadi perdebatan di kalangan umum. Pada saat
itu, tampaknya Syekh Salim kurang setuju dengan pendirian Sayyid Usman bin
Yahya yang loyal kepada pemerintah kolonial Belanda. Sayyid Usman bin Yahya
sendiri pada waktu itu, sebagai Mufti Batavia yang diangkat dan disetujui oleh
kolonial Belanda, sedang berusaha menjernbatani jurang pemisah antara
`Alawiyyin (Habaib) dengan pemerintah Belanda, sehingga beliau merasa perlu
untuk mengambil hati para pejabatnya.
Oleh
karena itu, beliau memberikan fatwa-fatwa hukum yang seakan-akan mendukung
program dan rencana mereka. Hal itulah yang kemudian menyebabkan Syekh Salim
terlibat dalam polemik panjang dengan Sayyid Usman yang beliau anggap tidak
konsisten di dalam mempertahankan kebenaran. Entah bagaimana penyelesaian yang
terjadi pada waktu itu, yang jelas cerita tersebut cukup kuat untuk
menggambarkan kepada kita tentang sikap dan pendirian Syekh Salim bin Sumair
yang sangat anti dengan pemerintahan yang dholim, apalagi para penjajah dari
kaum kuffar.
Pengamalan ibadah
Walaupun Syekh Salim seorang yang sangat sibuk dalam berbagai kegiatan dan jabatan, Namun beliau adalah seorang yang sangat banyak berdzikir kepada Allah SWT dan juga dikenal sebagai orang yang ahli membaca Al Qur'an. Syekh Ahmad Al-Hadhromi Al-Makiy menceritakan bahwa Syekh Salim mengkhatamkan bacaan Al-Qur’an ketika melakukan thowaf di Baitulloh.
Karya – karya tulis
Beliau
telah meninggalkan beberapa karya ilmiah di antaranya Kitab "Safinatun
Najah Fiima Yajibu `ala Abdi Ii Maulah" (perahu keselamatan di
dalam mempelajari kewajiban seorang hamba kepada Tuhannya), yang banyak
diajarkan di madrasah diniyah dan pondok pesantren di Indonesia. Selain itu
beliau juga menulis kitab Al-Fawaid AI-Jaliyyah Fiz-Zajri ‘An Ta’athil
Hiyal Ar-Ribawiyah (faedah –faedah yang jelas mengenai pencegahan
melakukan hilah – hilah ribawi), satu kitab yang ditulis untuk mengecam rekayasa (hilah) untuk memuluskan
praktek riba.
Berpulang ke Rahmatulloh
Syaikh Salim meninggal
di Batavia pada tahun 1271 Hijriyah. Mudah-mudahan Allah swt. Mengampuni dosa-dosa
beliau, menerangi kuburannya, dan bermanfaat ilmunya bagi kita. Aamiin.
___________________________________________________________
Referensi :
1. Ghoyatul
Muna Syarah Safinatun Naja, hal : 10 – 11
2. Terjemahan
Kitab Safinatun Najah, Fiqh Ibadah Praktis Dan Mudah Terjemahan Dan Penjelasan.
Penulis : KH. Ust, Yahya Wahid Dahlan
Tulisan ini saya ambil
dari alamat web: http://www.fikihkontemporer.com,
silahkan antum lihat ke penulis aslinya. Namun sedikit saya modifikasi. Mudah-mudahan penulisnya diridai Allah swt.
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan masukan komentar yang bermanfaat